Friday 29 March 2013

The Tale of The Two


Alkisah seorang bocah, baru saja lulus SMP. Dia kesal dengan kehidupannya di SMP karena ia tidak memiliki banyak teman, sering dibuli, delusional dan memiliki riwayat yang buruk. Ia bersumpah untuk berubah pada masa SMA. Menjadi sedikit lebih sosial, lebih terbuka, dan lebih menerima. Dan tentu saja gagal. People change... but not overnight.

Bocah ini adalah seorang gamer akut. Berteman hanya dengan sesama gamer akut lain. Curangnya adalah, walau bocah ini memiliki kemampuan gaming yang sedikit lebih baik dari teman-temannya, bocah ini tidak memiliki kemampuan sosial sebaik teman-temannya. Masih bocah ansos yang manja.

Suatu ketika, dimalam yang ceria, bocah ini membantu teman-temannya dalam suatu festival yang diadakan sekolahnya. Sebuah bazaar. Dia menawarkan teman sekelasnya untuk menjajakan brownies buatan ibunya yang sangat ia suka. Sayangnya karena handmade dan dibuat dengan bahan-bahan yang mahal, brownies ini tidak laku karena terlalu mahal.

Ketika bazaar tersebut berlangsung, tiba-tiba mati lampu. Bazaar yang semula ramai membahana menjadi sepi. Banyak orang bermuram durja; termasuk seorang gadis yang bocah ini kenal sebagai salah satu gamer (yang tidak terlalu akut). Gadis ini menangis. Bocah ini mendekati gadis itu. Bocah ini tidak tahu menahu apa yang membuat gadis itu menangis, maupun bagaimana membuat gadis itu tersenyum lagi. Akhirnya bocah ini hanya duduk disebelah gadis ini, meminjamkan bahunya untuk bersandar dan mengatakan kata-kata yang saat ini telah lama ia lupakan.

Sejak hari itu, gadis ini jadi sering sekali mendekati bocah ini. Bocah ini tidak mengerti kenapa dan apa yang ia lakukan sampai gadis ini mengatakan bahwa ia suka pada bocah ini. Bocah ini yang masih tidak mengerti maksud kata-kata "suka" pun menganggapnya suatu humor belaka.

Hari terus berjalan. Gadis ini makin menunjukkan kesungguhannya. Ia menunggu hingga bocah ini pulang dari latihan olimpiade yang bisa sampai jam 5 sore. Gadis ini membuatkan bocah ini laporan praktikum ketika bocah ini pergi untuk berlomba. Gadis ini menuliskan kisah-kisah mereka di buku kelas, kesedihannya ketika ditinggal bocah ini dan kebahagiaannya saat mereka bersama. Semua orang termasuk bocah ini tahu kesungguhan gadis ini dalam cintanya terhadap bocah ini.

Bocah ini senang, karena untuk pertama kalinya ada lawan jenis yang benar-benar menyukai dia, mengingat masa-masa SMP nya dimana sepertinya ia tidak memiliki teman yang peduli dengannya. Bocah ini tidak memahami bagaimana berhubungan dengan manusia. Bocah ini tidak mengerti bagaimana membalas cinta gadis ini.

Dan bocah ini sadar, bahwa ia memiliki sisi gelap. Sisi gelap yang tidak diketahui orang-orang selain dirinya. Sisi gelap yang membuat ia tidak memiliki banyak teman. Sisi gelap yang tidak mungkin ia tunjukkan ke orang lain.

Sehingga bocah ini menolak affection gadis ini. Ia sebisa mungkin menunjukkan bahwa ia enggan berada di dekat gadis ini walau sesungguhnya ia nyaman dengan keberadaanya. Ia menampik semua gosip tentang mereka. Ia menyangkal bahwa ia juga memiliki perhatian lebih ke gadis ini. Ia menyebarkan dusta ke semua orang tanpa terkecuali. Karena bocah ini yakin, dia hanya akan membahwa petaka, kesedihan dan kemuraman untuk gadis ini. Gadis sebaik ini pantas mendapatkan lebih pikirnya.

Namun bocah ini tidak bisa memungkiri perasaannya. Ia masih memberikan perhatian lebih ke gadis ini. Ia memberikan hadiah yang tidak terpikirkan untuk sebatas teman biasa. Ia memberikan kasihnya pada masa kesedihan. Ia menemani gadis ini dalam perjalanan-perjalanan bahagia. Menjadi teman dalam canda dan tawa.

Hingga tiba saatnya mereka harus berpisah jalan. Bocah ini harus menjalani kuliah di tempat yang terpisah jauh dari gadis ini berada. Ia senang karena ia tidak harus melihat gadis ini tersiksa, menghabiskan waktu untuk cinta yang tidak mampu dibalas oleh bocah ini.

Dan tidak lama setelah mereka mulai kuliah, gadis ini menemukan tambatan hati dan kemudian pacaran. Walaupun terluka dan merasa terkhianati, ia sangat senang akhirnya gadis ini menemukan cinta yang berbalas. Tiga tahun kebersamaan mereka dapat dikubur dengan kehadiran hati yang lain dalam hitungan bulan. Namun dia merasakan kebahagiaan dan kelegaan dari lubuk hati yang terdalam karena akhirnya, gadis yang paling ia harapkan kebahagiaannya, dapat menemukan kebahagiaan tersebut.

Bocah ini pun kuliah. Dengan bekal kebahagiaannya memiliki teman-teman yang sejati selama SMA, ia memutuskan untuk berpetualang dalam dunia organisasi. Ia masuk keberbagai macam unit, menjadi orang yang berguna disana dan menjadi orang yang lebih dapat diandalkan. Ia lebih percaya diri, memiliki kepribadian yang lebih baik, namun masih mengingat jelas sisi gelap yang genggam sejak lama. Kesibukan membuat ia tidak memiliki banyak waktu untuk cinta.

Sesekali ia masih bertemu dengan gadis ini. Saat akhir tahun, saat lebaran, dan di beberapa kesempatan lain. Ia masih sering berkomunikasi dengan gadis ini. Gadis ini menceritakan tentang perjalanan asmaranya, sesekali bahagia, sesekali mengeluh, sesekali menggoda agar si bocah juga segera mencari tambatan hati. Walau tiap kata yang dikeluarkan gadis ini menyayat hatinya, bocah ini tetap penasaran dengan perjalanan cinta gadis ini. Ia ingin memastikan bahwa gadis ini bahagia. Apalagi gadis ini sangat kerap mengutarakan kata "putus."

Suatu ketika, bocah ini sudah tidak kuat lagi. Ia memberikan kado bertuliskan "Selamat Tinggal" untuk gadis ini. Ia menyuruh gadis ini untuk curhat ke pacarnya saja. Dan ia makin menyibukkan dirinya ke dunia organisasi dan kerja hingga prestasi akademiknya jatuh terpuruk.

Namun bocah ini masih luluh dengan permintaan gadis ini. Ketika cuaca buruk, ia masih datang menjemput gadis ini yang sedang bertengkar dengan pacarnya. Ketika pacar gadis ini "selingkuh" ia, masih senang menemani gadis ini berjalan-jalan. Ketika pekerjaan sedang sibuk-sibuknya, ia masih menemani gadis ini yang jauh-jauh datang ke kotanya untuk berlibur. Mungkin bocah ini merasa ia perlu membalas kebaikan gadis ini pada masa SMA.

Hingga suatu ketika, gadis ini putus dengan pacarnya. Benar-benar putus dan tak kembali lagi. Bocah ini sama sekali tidak merasakan kebahagiaan. Ia sangat sedih karena gadis ini akan kembali tidak bahagia. Ia berusaha untuk menyenangkan hati gadis ini, mendekatinya dan memberinya canda tawa. Tanpa terasa mereka sudah dekat lagi, seperti pada masa SMA, bahkan lebih.

Mereka saling menyapa on daily basis. Bertukar kado dan ucapan romantis disaat ulang tahun. Si bocah mengajak si gadis untuk nge-date, datang ke acara wisuda gadis itu dan mendekati keluarga gadis itu. Hingga pada suatu malam candaan kedua insan ini menjadi sebuah love confession.

Bocah ini ragu. Ragu apakah ia dapat membuat gadis ini bahagia. Ragu apakah ia benar-benar mencintai gadis ini. Ragu apakah ia mampu menentang keluarganya yang tidak menyetujui hubungan mereka. Ragu apakah ia siap meninggalkan kesibukannya demi gadis ini. Ragu apakah gadis ini mampu menerima sisi gelap yang telah ia sembunyikan sejak lama.

Ditengah keraguan ini, gadis ini menelepon bocah ini pada tengah malam. Gadis ini mengiyakan ajakan bocah ini untuk berpacaran. Mendengarkan suara gadis ini, keraguannya sirna. Ia yakin ia bisa membahagiakan gadis ini. Ia yakin ia bisa mencintai gadis ini. Ia yakin suatu saat ia bisa membuka dirinya sepenuhnya ke gadis ini.

Hari-hari dilalui. Dua sejoli ini makin mengenal satu sama lain. Mereka saling membuka lapisan yang membungkus hati mereka. Hari-hari terbang begitu saja untuk mengafirmasi cinta mereka. Pertengkaran dilewati layaknya pasangan suami-istri. Bocah ini makin yakin bahwa ia sangat menyayangi gadis ini.

Namun gadis ini belum mampu menerima sisi gelap dari bocah ini. Sesekali sepercik cahaya gelap dari dalam hati sang bocah tidak sengaja lolos, gadis ini terluka. Hati bocah ini hancur tiap kali melihat gadis ini menangis... karena dirinya.

Namun gadis ini kuat. Ia dapat kembali menantang sisi gelap ini berkali-kali dimana orang lain sudah menyerah; walau menatapnya saja ia tidak mampu. Ia selalu datang dengan semangat menggebu-gebu; dengan kebaikan dan ketulusan hati yang menyilaukan mata; dengan kasih sayang yang terus-menerus mengalir.

Bocah ini sedih bahwa suatu saat kegelapan akan menyelimuti gadis ini sebelum gadis ini dapat menerima kegelapan tersebut. Namun bocah ini percaya, bahwa suatu saat gadis ini mampu menerimanya seutuhnya. ia hanya bisa menunggu... dan memberi kesempatan...

2 comments: